Minggu, 30 Agustus 2009

Telaga Ngebel


Telaga Ngebel yang Masih Perawan


Sejuk dan teduh. Itulah kesan pertama yang akan dilontarkan oleh siapa saja tatkala pertama kali memasuki kawasan Telaga Ngebel, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Berhamparkan air yang jernih nan tenang, telaga ini berhiaskan pohon-pohon tua di tepiannya. Indah, tentu saja. Dan ini bisa menjadi penawar lelah para wisatawan setelah mereka melewati jalan berliku, naik-turun, untuk menuju objek wisata ini.

Sembari menikmati pemandangan indah itu, angin gunung yang sejuk berhembus menelusup pori-pori. Berada di punggung Gunung Wilis, kawasan ini hampir setiap berselimut kabut. Pada pagi dan sore hari, gumpalan kabut ini akan menjadi pemandangan yang memesona. Saat itulah, gumpalan kabut itu menyentuh permukaan air telaga. ”Jika ingin melihat panorama Ngebel dengan pesona kabutnya, lihatlah pada pagi dan sore hari. Pada saat itulah Ngebel punya pesona yang luar biasa,” kata Mbah Kasmorejo, salah seorang sesepuh di Ngebel.

Saat ini, sepanjang bibir telaga dikelilingi jalan beraspal. Wisatawan bisa menikmati lekuk tubuh telaga yang indah itu dari berbagai sudut. Malah, kalau mau sedikit repot, wisatawan bisa naik jalan setapak dan masuk semak-belukar di atas bukit. Dari titik itu, keindahan Telaga Ngebel terhampar di bawah tatapan mata kita. Dari titik itu pula, Anda akan melihat angin gunung mempermainkan dedaunan pohon trembesi dan sono hingga menjilat-jilat permukaan air telaga.

Telaga seluas 148 hektare yang menjadi objek wisata andalan ‘kota reog’ Ponorogo ini, bisa dikata masih perawan. Betapa tidak, pembangunan sarana dan prasarana belum menyentuh objek wisata ini secara optimal. Bayangkan, di telaga yang luas ini hanya ada sebuah perahu. Juga, di bibir telaga ini hanya ada sebuah bangunan kecil semacam pendopo, sebagai tempat prosesi larung sesaji, di kala bulan Suro tiba. Sepanjang bibir telaga ini hanya dipenuhi warung-warung tradisional yang terbuat dari gedhek (dinding bambu).

”Tapi, warung-warung itulah yang membuat Telaga Ngebel makin memesona dan alami,” kata Hari Muhammad Fachri, salah seorang wisatawan dari Jakarta, ketika berekreasi di Telaga Ngebel. Sayangnya, kata dia, untuk bisa bermalam di objek wisata ini tak ada hotel yang memadai. Hanya ada beberapa losmen sebagai tempat menginap, dengan fasilitas amat minimalis.

Selain panorama yang indah dan masih perawan, Telaga Ngebel juga kaya akan sumber alam, utamanya air tawar bersih yang keluar dari sumber-sumber di dasar telaga sedalam kurang lebih 52 meter. Tanah subur di sekitar telaga ini juga menghasilkan aneka pohon buah berkualitas. Durian Ngebel, begitu kata orang, menjadi buah primadona kawasan ini. Selain buah berduri itu, tumbuh subur pula pohon manggis, nangka, dan tanaman perkebunan seperti cengkeh dan kopi. Menikmati keindahan panorama telaga sembari makan buah-buahan khas Ngebel adalah tujuan para wisatawan. ”Itulah cerita keindahan dan kenikmatan di Telaga Ngebel,” kata Fachri lagi.

Bukan itu saja keistimewaan Telaga Ngebel sebagai kawasan wisata. Selain lokasinya yang menarik, udaranya juga segar, bersih, dan dingin. Sebuah perpaduan alami yang memikat. Hal ini dimungkinkan karena Telaga Ngebel terhampar di atas lahan subur setinggi kurang lebih 734 meter di atas permukaan laut, dikelilingi empat bukit: Bukit Semampir, Tambak, Ngoro, dan Kumambang. Gunung Liman, yang menjulang tinggi, juga melatarbelakangi salah satu sudut telaga Ngebel.

Jika suatu kali berkesempatan melancong ke tempat ini, bisa jadi Anda akan terkesima melihat pohon-pohon trembesi yang telah berumur ratusan tahun. Begitu tuanya pohon-pohon itu sehingga akar-akarnya yang besar menyembul di atas permukaan tanah. Sepintas, pohon-pohon trembesi sepuh itu mirip bonsai-bonsai raksasa.

Dengan segala keindahannya, Telaga Ngebel saat ini menjadi tempat wisata favorit bagi masyarakat di wilayah Ponorogo dan daerah-daerah lain di Jawa Timur. Untuk mereka yang hobi memancang, telaga ini juga memiliki daya tarik yang sangat kuat. Hanya di sinilah, para pemancing bisa mendapatkan ngokngok, ikan khas telaga ini. Tak hanya ngokngok. Telaga Ngebel juga dihuni banyak ikan nila. Kira-kira, seperti apa paras ikan ngokngok? Ketimbang penasaran, sambangi saja Telaga Ngebel.

Sumber : www.republika.co.id


Selasa, 25 Agustus 2009

Si Bolang Ponorogo


Si Bolang 
Senin - Minggu | 12.30 WIB/ TRANS 7

Dunia anak-anak adalah masa yang luar biasa. Penuh tawa dan khayalan. Kebanyakan orang di belahan bumi, memiliki kenangan indah dimasa itu. Alam dan budaya tempat tinggal menjadi faktor penting dalam pembentukan karakternya, terutama bagi anak yang kerap bermain di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.  

Saat ini, alam dan budaya tradisional cenderung tak dilirik dan nyaris ditinggalkan oleh sebagian anak negeri. Permainan-permainan elektronik yang muncul dewasa ini mulai menggantikan permainan tradisional. Dampak dari fenomena tersebut, anak-anak calon penerus bangsa seakan lupa pada budaya dan alamnya sendiri. 

Si Bolang atau bocah petualang adalah salah satu program petualangan anak-anak di TV7. Program ini mencoba mendekatkan kembali anak-anak di seluruh Nusantara dengan alam dan budayanya. Bagaimana Si Anak berinteraksi dengan alam, budaya, dan bermain dengan beraneka ragam permainan tradisional. Selain itu, sisi-sisi human interest sang tokoh ketika menghadapi suatu masalah juga ditampilkan di Film semi dokumenter berdurasi 30 menit ini. 

Si Bolang adalah sebutan dari seorang anak setempat yang memimpin teman-temannya berpetualang di sekitar tempat tinggalnya. Di episode perdana, Si Bolang mengangkat cerita kehidupan anak-anak Tuadale, Kupang, NTT. Sebuah daerah yang memiliki karakter alam dan venue nan unik juga menawan. Salah satu pemeran di program ini adalah bocah nelayan setempat bernama Jose. Di usianya yang ke 12, Jose dan teman-temannya akan berpetualang di rawa-rawa hutan bakau yang -konon- masih dihuni oleh beberapa buaya ganas. Kelincahan anak-anak Tuadale dalam mengendalikan perahu menyusuri hutan bakau merupakan tontonan yang seru dan menghibur. Mereka juga menyusuri pantai Salupu untuk berburu kepiting dan gurita dimalam hari dengan penerangan seadanya. 

Di episode Si Bolang Ponorogo, Si Bolang mengangkat cerita kehidupan anak-anak Ngebel, Ponorogo, JATIM. Sebuah daerah yang memiliki karakter alam pegunungan dan venue nan unik juga menawan. Pemerannya adalah bocah SDN Ngebel 01 kelas 6 bernama Niko. Di usianya yang ke 12, Niko dan teman-temannya akan berpetualang di hutan, air terjun, sumber air panas dan danau ngebel yang -konon- masih dihuni oleh naga bernama Baruklinthing. Kelincahan anak-anak Ngebel dalam mengendalikan gledekkan pengangkut rumput menyusuri jalan turunan berkelok khas pegunungan merupakan tontonan yang seru dan menghibur. Mereka juga memberi makan kambing etawa milik pak Lukito yang menjadi juara 1 tingkat kabupaten. Mementaskan reog mini sebuah kesenian daerah yang harus dilestarikan jangan sampai di akui Negara lain lagi.

Hampir disetiap episodenya, bocah-bocah dan tokoh Si Bolang akan menampilkan petualangan-petualangan seru.


Minggu, 23 Agustus 2009

KONSERVASI MATA AIR

UPAYA PENYELAMATAN MATA AIR KABUPATEN PONOROGO

Sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang sangat peka terhadap perubahan keseimbangan lingkungan sekitar baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Kondisi sekarang telah terjadi kecenderungan bahwa sumber daya air telah berkurang pada saat musim kemarau sehingga terjadi kekeringan dibeberapa daerah akan tetapi sangat melimpah pada musim penghujan bahkan sampai mengakibatkan terjadi banjir. Dalam pemanfaatan sumber-sumber air perlu memperhatikan aspek kelestarian dan keseimbangan di kemudian hari. 

Air yang semula sebagai barang yang bersifat bebas terbatas, pada saat ini mengarah sebagai barang yang bersifat terbatas dan bersyarat dalam pemanfaatannya. Kondisi tersebut seiring dengan meningkatnya pemanfaatan sumber-sumber air baik untuk keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, ataupun industri. Yang dimaksud dengan sumber air adalah tempat pemunculan airtanah secara alamiah pada permukaan. 

Sumber-sumber air di berbagai kawasan tertentu merupakan urat nadi bagi kehidupan masyarakat. Upaya perlindungan kualitas dan kuantitas sumberdaya air perlu dilakukan guna menjaga fungsi utama sumber-sumber air dalam peranannya sebagai: 
1. Penyangga keseimbangan ekosistem di sekitarnya 
2. Penyedia kebutuhan air bersih dan kebutuhan lain bagi masyarakat sekitarnya 
Perlindungan kualitas sumber-sumber air diarahkan untuk menanggulangi degradasi kualitas kehidupan masyarakat dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang. 
Pemanfaatan lahan di kawasan Kabupaten Ponorogo sangat beragam. Beberapa kawasan di sekitar sumber air pada saat ini telah dimanfaatkan untuk kegiatan seperti pemukiman, pembuangan sampah akhir, industri, area rekreasi dan beberapa kegiatan lain. Kegiatan-kegiatan tersebut diperkirakan turut mempengaruhi baik kualitas maupun kuantitas sumber air yang ada. 

Upaya Penyelamatan Mata Air 

Untuk menyelamatkan sumber air semua stakeholder harus dilibatkan baik pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta. Aparat pemerintah (Dinas, Balai, Lembaga, Kantor, aparat Kecamatan, aparat Desa), Perum Perhutani, masyarakat dan swasta harus mempunyai kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap penyelamatan dan pelestarian sumber air. Hal ini disebabkan sumber air merupakan satu system yang terpadu antara hulu dan hilir, antara hutan dan tanah, antara debit dan laju infiltrasi sehingga perlu penanganan yang menyeluruh. Upaya penyelamatan sumber air dalam jangka pendek adalah : 
- Mengatur penggunaan sumber air secara optimal agar tidak terjadi tumpang tindih berbagai kepentingan. 
- Pembuatan Broncaptering (kolam penangkap air). 
- Penghijauan dengan tanaman keras pada radius 100 meter dari mataair. 
- Pembuatan sarana mandi dan cuci di hilir mataair pada jarak yang aman, minimal 50 meter sebelah hilir mataair. 
- Setiap pipa pengambilan air dari mataair diharuskan dari tampungan (ground reservoir), bukan langsung dari Broncaptering. 
Pembuatan kolam resapan di daerah hulu pada mataair yang neracanya defisit.
Melestarikan sumber air berarti menjaga suplai air dari daerah isian (recharge area) sampai mata air atau daerah lepasan (discharge area) dalam waktu yang lama dan berkesinambungan termasuk menjaga kelestarian hutannya/vegetasinya. Upaya konservasi mataair jangka panjang harus dilakukan dalam kerangka konservasi holistik yang tentunya terkait dengan tanah dan vegetasinya, adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 
- Konservasi mata air dapat dilakukan secara mekanik, kimia atau biokimia terhadap tanah dan air secara terpadu. 
- Penanganan limbah secara benar harus dilakukan untuk mengurangi dampaknya terhadap pencemaran sumber air. 
- Pembinaan secara berkala dan berkesinambungan dilakukan oleh pemerintah maupun swasta terhadap masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian sumber air, sehingga diharapkan pemanfaatan lahan di daerah isian lebih memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya serta kelestarian kawasan lindung terjaga. 
- Pihak pemerintah sebagai eksekutif harus mampu menegakkan peraturan dan konsisten, setiap pelanggaran harus diberikan sanksi yang tegas dan tanpa kompromi. 
- Sosialisasi penyelamatan sumber air ke masyarakat dikaitkan dengan program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) yang dilakukan Perhutani dan di beberapa tempat sudah berhasil. 


Divisi Pecinta Rimba

Manusia Penyelamat di Tepian Sungai

Inilah kisah penyelamat lingkungan yang tak perlu gembar-gembor.

Pohon nangka itu bergerak seiring embusan angin siang. Dari celah-celah dedaunan, matahari menyisipkan sinarnya, menghunjam ke tanah. Sesekali bunyi gemeresik gesekan daun memenuhi udara, merontokkan daun-daun tua, yang lalu mencemplung ke Sungai Citarum. 

Di sini, di Kampung Bojong Buah, Desa Pangauban, Katapang, Kabupaten Bandung, meski siang hari, udara terasa sejuk. Sebuah saung yang mirip sanggar seni berada persis di mulut gang. Saung ini seolah mempersilakan siapa saja duduk melepas lelah dan menikmati kehijauan tepian Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Selatan. 

Dinding kayu saung itu penuh lukisan dan gambar tangan anak-anak. Dua sisi lainnya dibiarkan terbuka. Dibatasi kayu setinggi lutut, kedua sisi ini menghadap langsung ke Sungai Citarum. Di saung inilah Soenardhie Yogantara, yang akrab disapa Kang Yoga, 47 tahun, biasa melepas lelah, membiarkan angin menghapus keringatnya, sambil memandang daun-daun nangka yang rontok ke sungai. 

Semuanya berawal tujuh tahun lalu. Saat itu, Yoga baru pindah ke tempat ini. Ia terkejut melihat sungai besar yang membelah Kota Bandung itu amat tak sedap dipandang. "Sampah di mana-mana," Yoga mengenang. 

Prihatin dengan kondisi Citarum, bersama rekan-rekannya, ia biasa "ngariung (berkumpul) untuk berdiskusi dan berbagi bersama," ujar Yoga. Hasilnya, dibentuklah Warga Peduli Lingkungan, sebuah komunitas yang bertujuan menularkan kesadaran untuk menjaga kondisi lingkungan. 

Aksi pertama mereka amat sederhana. Mereka memulainya dengan mengenalkan cara memilah dan membuang sampah yang benar dari rumah masing-masing. Setelah dipilah, sampah organik dijadikan kompos, sedangkan sampah non-organik diproses menjadi berbagai macam kerajinan tangan. Ia lalu iseng menjual hasil kerajinan tangan itu. Ternyata laku! 

Toh, perjuangan Yoga tidak mudah. Apalagi warga setempat telanjur terbiasa membuang sampah sembarangan. Bahkan mereka mencibir kelompok Yoga. "Buang sampah saja kok pusing-pusing. Bungkus dan lempar ke sungai, beres…," begitu ucapan mereka. Tak patah arang, Yoga dan kawan-kawannya mendekati sesepuh kampung dan meminjam suara mereka. Maka proses penyadaran lambat-laun tertular dan tertanam pada benak warga setempat. 

Cecep Kurnia masih ingat ketika awalnya dia begitu enggan mengikuti kampanye sangha (komunitas) ini. Belakangan, warga Bojong Buah itu sadar, jika lingkungan tak dijaga, mereka sendirilah yang terkena dampaknya. Ia pun bergabung dengan komunitas ini dan sekarang kebagian tugas sebagai koordinator lapangan. 

"Dulu, lokasi saung ini penuh dengan tumpukan sampah," kata Cecep mengenang pemandangan tujuh tahun silam. Setelah program pemilahan sampah berjalan, sangha memulai program lain, dari menanami lahan bekas tumpukan sampah dengan tanaman hias sampai menampung sampah hasil tangkapan pemburu rongsokan untuk diolah. 

Dan pada 1999, atas inisiatif warga, terbentuklah kawasan biotop. Ini semacam kawasan konservasi mini seluas 2,5 hektare yang mereka tanami aneka pohon buah. Hutan mini ini kemudian tumbuh subur dan menjadi kebanggaan warga Bojong Buah. Bahkan Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana sempat menjenguknya. 

Aksi sangha tak berhenti di Bojong Buah. Pelan-pelan mereka merambah ke sepanjang tepian Citarum, menghulu dan menghilir. Tak kurang dari 19 titik di 13 desa yang ada di 9 kecamatan di Kabupaten Bandung ketularan kegiatan serupa. Dalam pekan-pekan ini, di kawasan sudetan Citarum-Dara Ulin di Desa Nanjung akan dibuat biotop serupa seperti di Bojong Buah. Ini adalah bagian dari rencana untuk membuat biotop di 29 titik sodetan Citarum. 

Kini warga Bojong Buah memetik hasilnya. Penghasilan mereka bertambah dari penjualan barang kerajinan, juga dari hasil buah-buahan biotop. Di lokasi ini pula, kalau pancing dilempar, masih terkail ikan-ikan khas Citarum yang boleh jadi sudah tak akan dijumpai di bagian Citarum yang lain. 

Jauh dari Citarum, di tepi Kali Pesanggrahan, Kecamatan Karang Tengah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, semangat serupa meletup pada diri Chaeruddin, yang akrab disapa Bang Idin, 47 tahun. Ia bahkan bergerak lebih dulu dari Yoga. 

Dua belas tahun lalu, Idin, yang hanya tamat SMP, rajin menyusuri Kali Pesanggrahan dengan rakit gedebok pisang buatannya. "Sampai ada yang nganggap saya gila. Ada juga yang mengira saya sedang menjalani ilmu hitam, he-he-he...," kata Idin. Padahal itu ia lakukan semata untuk menikmati aliran sungai. 

Saat terseret arus itulah ia kerap merenung betapa tak terawatnya lingkungan sekitar Kali Pesanggrahan. Maka dia pun mulai menancapkan satu demi satu pohon di tepi kali itu. "Bagi saya, menanam pohon sama dengan memahami alam yang identik dengan memahami manusia," kata Idin. 

Ia pun menghabiskan hari-harinya menelusuri pinggir Kali Pesanggrahan, memunguti bibit pohon, dan menanamnya. Di tangan Ketua Kelompok Tani Sangga Buana ini, lingkungan tak cukup hanya diselamatkan, tapi harus sekaligus bisa menjadi sumber kehidupan. 

Idin kemudian mulai merayu warga sekitar agar mengikuti jejaknya. Ia membentuk kelompok, lalu bersama-sama turun membersihkan pinggir sungai dan menanam bibit. Satu demi satu warga sekitar mengikuti jejak kelompok ini. 

Di wilayah kerja kelompok tani ini, sekarang bantaran sungai tidak hanya berfungsi sebagai penahan limpahan air sungai. Datanglah ke bagian Kali Pesanggrahan yang melalui Karang Tengah dan Lebak Bulus. Akan terlihat kawasan ini sudah bersih dari penghuni liar. Kelompok Idin sukses mengubah kawasan yang 10 tahun lalu padat penghuni liar dan bangunan berpagar tembok itu menjadi kawasan yang kini dikenal sebagai Hutan Kali Pesanggrahan. 

Kelompok Idin juga berhasil menyulap kawasan itu menjadi hutan wisata. Di hutan ini bisa dijumpai aneka jenis burung, sekitar 20 ekor monyet ekor panjang, buaya, serta biawak besar yang berkecipak di tepian sungai. Warga sekitar juga punya kesempatan menanami pinggiran kali dengan tanaman produktif yang hasilnya bisa dijual. 

Kini sudah lebih dari 20 ribu pohon yang ditanam Idin dan kelompoknya. Blok-blok penanaman menyebar sejauh 20 kilometer seluas 40 hektare lebih. Blok ini mereka bagi-bagi menjadi blok tanaman langka, tanaman obat, dan tanaman produktif. Dari pedepokannya di tepian Kali Pesanggrahan, Bang Idin menularkan ilmunya kepada orang lain, seraya berujar, "Alam ini bukan warisan. Dia titipan dari generasi mendatang." 

Agus Hidayat, Rana Akbari Fitriawan (Bandung)/MBM TEMPO

Pembangunan Ekonomi Pedesaan Melalui Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam di Kabupaten Ponorogo


Dengan struktur pertanian yang ada saat ini, sulit dilakukan perbaikan menuju peningkatan kesejahteraan. Petani tidak memiliki cukup modal ( terutama lahan) untuk mengelola usaha taninya yang memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang. Upaya perbaikan produktivitas dan penurunan harga input usaha tani untuk menekan biaya dirasa belum mencukupi untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa dan petani.

Keterbatasan itulah yang mendorong dilakukannya upaya optimalisasi nilai tambah setiap komuditas pertanian pada tingkat produsen. Dalam perspektif optimalisasi tersebut, peran agroindustri sebagai wahana ekstraksi nilai tambah dan inovasi menjadi sangat penting. 

Agoindustrialisasi pedesaan adalah wahana peningkatan perolehan nilai tambah hasil pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat lebih besar dari kemampuan produksi dengan keterbatasan kepemilikan lahan dan kekurangangan modal. 

Inovasi adalah faktor pengganda atau akselerator yang mengakumulasikan nilai tambah.

Ponorogo khususnya kawasan kecamatan Pulung yang berada di lereng gunung Wilis barat memiliki peluang pengembangan industri Minyak Nilam mengingat potensi produksi usaha tani nilam maupun, ketersediaan unit penyulingan, serta pasar yang cukup tersedia. Lokasi program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan melalui program anti kemiskinan ( Anti Poverty Program-APP ) Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam ini adalah Desa Munggung dengan kelompok masyarakatnya NILAM SARI beranggotakan 20 orang keluarga miskin, Desa Bekiring dengan kelompok masyarakatnya MARGO MULYO beranggotakan 20 orang, dan Desa Banaran dengan kelompok SURYA WILIS beranggotakan 20 orang, ketiga desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo Jawa Timur.
 
Tujuan dari Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan melalui Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam ini adalah peningkatan Kesejahteraan Penerima Manfaat di 3 Desa Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.Sedangkan tujuan khusus program ini adalah (1) mengidentikasi, menganalisis dan menyusun sistem industri minyak nilam melalui pendekatan integrasi Rantai Nilai Industri antar jenis usaha dan para stakeholder, (2) merumuskan perencanaan strategis Pengembangan Agroindustri minyak nilam di Kabupaten Ponorogo berbasis masyarakat pedesaan, (3) mengembangkan kapasitas masyarakat pedesaan dalam kerjasama jaringan usaha, penguasaan teknologi, kemampuan manajerial dan perkuatan kelembagaan kelompok produsen, (4) mengembangkan usaha mikro dan kecil yang terlibat dalam Rantai Nilai industri minyak nilam berbasis pada masyarakat pedesaan (rural community- based) secara terpadu.

Ruang lingkup program ini ini terdiri dari perencanaan, perkuatankelembagaan kelompok produsen, pengembangan usaha kecil minyak nilam, dan mewujudkan berjalannya industri minyak nilam yang berkelanjutan dengan rincian tahapan, (1) melakukan analisis sosial ekonomi untuk mengidentifikasi potensi industri minyak nilam berbasis sumberdaya pedesaan, (2) melakukan analisis keterkaitan ranta nilai industri minyak nilam berdasarkan potensi pasar komoditas, (3) menentukan sistem industri minyak nilam berbasis sumberdaya pedesaan yang menjamin keadilan seluruh pelaku industri, (4) membangun dan memperkuat kelembagaan kelompok produsen yang terlibat dalam rantai nilai industri minyak nilam, (5) membangun kerjasama antar pelaku industri dalam sistem industri minyak nilam, (6) mengembangkan kemampuan inovasi usaha kecil dalam menjalankan bisnis pada industri minyak nilam.