Jumat, 24 September 2010

Kemenhut Segera Bangun Kebun Bibit Rakyat di 8.000 Desa

Jakarta, (tvOne)

Kementerian Kehutanan segera membangun kebun bibit rakyat (KBR) di 8.000 desa untuk menunjang program menanam "1 Miliar Pohon Indonesia untuk Dunia" dan kegiatan menanam untuk kedepannya.

Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS), Kemenhut, Indriastuti, di Jakarta, Senin (19/4), mengatakan, KBR ini akan sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat yang diawasi oleh pemerintah daerah. "KBR ini akan dikelola rakyat, ditanam dan dipakai lagi oleh rakyat, pemerintah daerah yang mengawasi," katanya.

Ditambahkan, untuk saat ini pusat menganggarkan dana Rp400 miliar untuk pembangunan 8.000 kebun bibit di seluruh Indonesia. "Kita upayakan pembentukan KBR ini simple, mudah tidak membebani rakyat. Kementerian Kehutanan buatkan kebijakan/syaratnya, pengawasan dan pelaksanaan di daerah/desa terkait dengan dana Rp400 miliar artinya Rp50 juta per KBR," kata Indri.

Dia menjelaskan, pusat sudah menetapkan 8.000 desa yang merupakan usulan daerah. "Kita tetapkan satu propinsi, atau satu kabupaten tapi desa tempat KBR akan dibangun itu daerah yang menentukan. Sudah dipetakan, 8.000 desa ini akan tersebar di 291 kabupaten seluruh Indonesia," katanya.

Menurutnya, keberadaan KBR ini diharapkan bisa menunjang program rehabilitasi lahan dan hutan yang dilaksanakan Kementerian Kehutanan. RHL, kata dia, masih akan terus dijalankan selama 30 juta hektar lahan kritis belum tertanami pohon kembali. Dia menegaskan dari 30 juta lahan kritis itu, 13 juta hektar di antaranya berada di dalam kawasan hutan, dan sisanya di luar kawasan hutan.

Program RHL, lanjut Indri, tetap menjadi fokus Kementerian Kehutanan menghutankan kembali lahan kritis mengingat hutan primer tinggal 25 persen saja dari total luas hutan 138 juta hektar. "Tutupan hutan di Jawa saja tidak sampai 20 persen, padahal harusnya mencapai 30 persen," jelasnya.

Sementara itu, Kementerian Kehutanan, mengusulkan penambahan dana Rp675 miliar pada Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2010.
Sebelumnya, menurut Menhut Zulkifli Hasan, dana itu sebenarnya tidak memadai mengingat masih banyak pekerjaan sektor kehutanan yang membutuhkan biaya besar terutama yang terkait dengan rehabilitasi dan reboisasi.

"Sebenarnya kebutuhan kita itu Rp2,5 triliun untuk merehabilitasi setidaknya 30 juta hektar lahan kritis itupun tidak cukup, tapi dalam badan anggaran DPR kemarin usulan kita hanya disetujui Rp675 miliar, mudah-mudahan ini bisa terealisasi," ujar Menhut Zulkifli.

Dia menambahkan, dana Rp675 miliar itu dibagi menjadi beberapa item yang dialokasikan untuk pekerjaan di dua direktorat jenderal.

"Ada alokasi Rp500 miliar untuk rehabilitasi dan reboisasi termasuk penyiapan bibit untuk penanaman 1 Miliar Pohon, dan ada dana Rp100 miliar untuk penanganan kebakaran lahan hutan serta penanggulangan bencana sebesar Rp75 miliar," jelas Menhut. (Ant)

Jumat, 30 Juli 2010

DESA KONSERVASI

Menteri Kehutanan Mencanangkan Pengembangan Desa Konservasi

06/05/2008 01:59

S I A R A N P E R S
Nomor: S.73/II/PIK-1/2008

MENTERI KEHUTANAN MENCANANGKAN PENGEMBANGAN
DESA KONSERVASI

Pada tanggal 7 Mei 2008, di Lobi Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Menteri Kehutanan, H.M.S. Kaban, mencanangkan Program Percontohan Pengelolaan DAS Terpadu melalui pengembangan Desa Konservasi. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Departemen Kehutanan, United State Agency for International Development (USAID), dan Environmental Services Program (ESP).

Masih dalam satu rangkaian acara, sebelum pencanangan Desa Konservasi, telah dilaksanakan workshop Desa Konservasi yang dipandu oleh Kepala Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Dr. Bambang Supriyanto. Setelah acara pencanangan akan dilaksanakan pembacaan deklarasi bersama, dialog dengan Menteri Kehutanan, peninjauan pameran, dan Temu Mahasiswa Pecinta Alam se-Jakarta.

Desa konservasi adalah sebuah pendekatan model konservasi yang memberi peluang kepada masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi untuk terlibat aktif dalam upaya pengelolaan kawasan konservasi. Model ini juga memberikan peluang kepada masyarakat untuk memperoleh akses yang aman untuk pemanfaatan kawasan, sehingga dapat menjamin komitmen jangka panjang mereka untuk mendukung konservasi kawasan hutan.

Pengembangan desa konservasi merupakan salah satu program yang dirintis oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA), Departemen Kehutananan. Direktorat Jenderal PHKA telah merencanakan mengembangkan 132 Model Desa Konservasi (MDK) di sekitar 77 Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Sumberdaya Alam atau Balai Taman Nasional. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, sejak tahun 2007, Ditjen PHKA bekerjasama dengan Environmental Services Program (ESP) yang didanai United State Agency for International Development (USAID), mengembangkan desa konservasi di 16 kawasan konservasi yang terletak di lima (5) provinsi prioritas, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah/DI Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, dan Sumatera Utara.

Sebagian besar desa konservasi tersebut terletak di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS). Oleh karena itu, pengembangan model desa konservasi menjadi salah satu pendekatan untuk mewujudkan pengelolaan DAS terpadu, guna mendukung tata kelola kawasan hutan dan konservasi yang lebih baik. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain pemilihan lokasi dengan pendekatan development pathways, pengembangan unit sekolah lapangan di desa-desa yang terletak di wilayah hulu dan dekat dengan kawasan
konservasi. Juga pengembangan rencana aksi dan penggalangan dukungan para pihak dalam implementasi rencana aksi konservasi.

Desa konservasi merupakan sebuah inisiatif upaya konservasi yang partisipatif. Inisiatif ini sangat penting dan relevan dengan kondisi kawasan konservasi di Indonesia. Indonesia memiliki sekitar 22 juta hektar kawasan konservasi . Sebagan besar kawasan tersebut terancam rusak, karena beberapa faktor, seperti tuntutan konversi lahan, perambahan, kebakaran hutan, illegal logging, perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa langka, serta tuntutan kebutuhan hasil hutan karena tingginya laju pertumbuhan penduduk.

Menurut data dari Ditjen PHKA, saat ini terdapat sekitar 2.040 desa di daerah penyangga kawasan konservasi, yang jumlah penduduknya sekitar 660.845 keluarga. Sebagian besar penduduk tersebut sangat tergantung pada sumberdaya alam di kawasan hutan. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat adalah salah satu kunci keberhasilan upaya konservasi kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.

PUSAT INFORMASI KEHUTANAN
Jakarta, 6 Mei 2008
Kepala Pusat
u.b.
Kepala Bidang Analisis
& Penyajian Informasi,
ttd.
Ir. Masyhud, MM
NIP. 080062808

Selasa, 18 Mei 2010

Hutan Pendidikan Diresmikan di Pasuruan

26 Feb 2008
TEMPO Interaktif, Pasuruan: Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Ngudi Lestari Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur membuat hutan pendidikan di Desa Jatiarjo. Hutan ini dijadikan sebagai arena konservasi dan keanekaragaman hayati, media pendidikan publik, dan obyek wisata hutan.

"Sudah saatnya masyarakat mengelola hutan sendiri," kata Ketua LMDH Ngudi Lestari, Fathurachman setelah peluncuran Hutan Pendidikan di Yayasan Kaliandra, Prigen, Kabupaten Pasuruan pada Senin (14/1). Hutan pendidikan seluas 7,25 hektar ini bekas hutan produksi Perum Perhutani KPH Pasuruan yang ditanami pinus.

Perhutani KPH Pasuruan memberikan hak pengelolaan kepada LMDH untuk dijadikan hutan pendidikan setelah ada kerjasama antara Perhutani KPH Pasuruan dan LMDH Ngudi Lestari yang difasilitasi oleh Yayasan Kaliandra.

Dalam kerjasama ini, Perhutani KPH Pasuruan menyediakan tanah, Ngudi Lestari bertugas mengelola, sedangkan Yayasan Kaliandra membantu meningkatkan ketrampilan petani penggarap dan menyediakan dana kompensasi.

Tugas delapan petani penggarap tersebut sekarang adalah menanam bibit tanaman keras dan merawatnya. Untuk sementara, para petani masih diperbolehkan menanam tanaman semusim. Tapi jika tanaman keras sudah besar, petani tidak diperbolehkan menanam tanaman semusim. Adapun penghasilan petani nantinya akan didapatkan dari buah tanaman keras, seperti jambu atau kopi. Penghasilan lain akan didapat dari honor sebagai pemandu di hutan pendidikan.

Selain itu, para petani mendapatkan uang jasa lingkungan dari Yayasan Kaliandra. "Kaliandra menyisihkan Rp 1.000 per pengunjung untuk diberikan ke para petani melalui LMDH," kata Ketua Harian Yayasan Kaliandra Agus Wiyono. Diperkirakan uang jasa tersebut mencapai 20 juta per tahun.

Wakil Administratur Perhutani KPH Pasuruan, Eka Muhammad Ruskandar mengatakan Perhutani berani menyerahkan pengelolaan hutan produksi ini ke masyarakat karena sudah ada jaminan dari LMDH, petani, dan petani bahwa hutan tersebut tidak akan dikuasai secara pribadi atau beralih menjadi tanah pribadi. "Ada jaminan hanya mengelola, bukan memiliki," katanya usai launching hutan pendidikan. Bibin Bintariadi

Sumber : TEMPO Interaktif
Url : http://www.tempointeraktif.com

Selasa, 06 April 2010

Diluncurkan, Peta Hijau Jakarta

JAKARTA, KOMPAS.com — Peta Hijau Jakarta 2009 diluncurkan, Minggu (15/3) di Jakarta, oleh gabungan beberapa organisasi dan komunitas, seperti Sahabat Museum, Komunitas Historia, Bike to Work, Green Lifestyle, Green Monster Jakarta, Institute for Transportation and Development Policy, dan Bank Dunia.

Peluncuran peta ini ditandai dengan kunjungan seluruh pihak yang terlibat dalam penerbitan ke Taman Krida Loka, yang berdekatan dengan halte bus transjakarta Polda Metro Jaya, serta Museum Taman Prasasti, yang berdekatan dengan halte bus transjakarta Monas dan Stasiun KA Tanah Abang.

Menurut Koordinator Peta Hijau Jakarta Nirwono Joga, peta kali ini memang memuat lokasi-lokasi tujuan wisata yang berdekatan dengan jalur transportasi publik ramah lingkungan, seperti bus transjakarta, kereta api, serta sepeda. Untuk bus transjakarta, tim penyusun peta setidaknya mencantumkan 13 lokasi wisata bersejarah dan alam, seperti Museum Taman Prasasti di dekat Transjakarta jurusan Blok-M-Kota hingga Kebun Binatang Ragunan di dekat Halte Ragunan.

Untuk jalur kereta api, tim penyusun juga menginformasikan beberapa tempat yang patut dikunjungi, seperti Sanggar Ciliwung di dekat Stasiun KA Jatinegara. Sementara itu, untuk jalur sepeda ada Gor Bulungan dan Gelanggang Remaja Jakarta Selatan. "Tujuan akhir peta ini adalah meningkatkan kebiasaan hidup perkotaan yang sehat dan berkelanjutan," ujar Joga kepada para wartawan di Museum Prasasti Taman Prestasi, Jakarta. Sebelum Peta Hijau Jakarta 2009 telah dibuat Peta Hijau Jakarta Kawasan Kemang (2001), Kebayoran Baru (2002), Menteng (2003), dan Kota Tua (2005).

Menurut Joga, Peta Hijau menempatkan sarana transportasi massal tidak hanya sekadar sebagai alat penghantar dari rumah ke tempat kerja, tetapi juga sebagai wahana pembelajaran menikmati dan menjelajahi kehidupan kota.

Selain itu, lokasi-lokasi obyek wisata dalam peta tersebut dapat dicapai dengan mudah dari jalur bus transjakarta atau jalur kereta. "Dengan demikian, pemakaian kendaraan pribadi dapat dikurangi. Ini merupakan salah satu solusi jitu mengurangi benang kusut kemacetan dan pencemaran udara berbiaya rendah," ujar Joga.

Bank Dunia, yang turut membantu mengeluarkan 5.000 dollar AS, sepakat bahwa peta tersebut dapat mendorong masyarakat mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum. "Program ini sejalan dengan program Bank Dunia yang bertekad untuk mengurangi efek rumah kaca, termasuk yang berasal dari kendaraan bermotor," ujar Spesialis Lingkungan dan Kebijakan Bank Dunia Virza Sasmitawidjaja.