Jumat, 23 November 2012

Menhut Targetkan 30 Ribu Penyuluh Kehutanan Swasta

JAKARTA: Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mencanangkan pembentukan penyuluh kehutanan swasta. Penyuluh ini dibutuhkan untuk memberikan pendidikan kehutanan bagi masyarakat sekitar hutan guna mendukung pembangunan kehutanan menuju 'Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera yang Berkeadilan'.
"Sekarang ini kan pendekatan kepada masyarakat sekitar hutan lebih pada kesejahteraan, bukan main tangkap lagi. Oleh karena itu, penjaga hutan pendekatannya penyuluhan, itulah nanti yang kita sebut penyuluh swasta, pengganti pam swakarsa," ungkap Zulkifli saat membuka Rapat Koordinasi Penguatan Kelembagaan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan di Jakarta, Jumat (23/11).

Zulkifli menuturkan, berdasarkan UU 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, tenaga penyuluh kehutanan terdiri dari tiga kategori yakni penyuluh pegawai negeri sipil, penyuluh kehutanan swadaya, dan penyuluh kehutanan swasta. "Pemerintah tak mampu jika semua dari APBN. APBN kita terbatas. Oleh karena itu ada kerja sama dengan BUMN, badan usaha milik swasta, pemda yang kita namakan penyuluh swasta."

Menurut Zulkifli, tugas penyuluh swasta di samping mengamankan dan menertibkan, juga memberikan penyuluhan pendidikan akan pentingnya menanam pohon. Menanam pohon ini, kata Zulkifli, merupakan hal yang penting dalam menjaga lingkungan dan mencegah longsor banjir.

Zulkifli mengungkapan, kebijakan kehutanan di masa lampau yang mengeksploitasi hutan secara berlebihan mengakibatkan deforestasi hingga mencapai 3,5 juta hektare per tahun pada awal reformasi. Kini, lanjutnya, kebijakan kehutanan adalah menanam pohon sehingga deforestasi dapat ditekan hingga menjadi 450 ribu hektare per tahun.

Namun, kata Zulkifli, hal tersebut belum cukup. Melalui kebijakannya, Zulkifli berharap dengan melakukan penanaman pohon, bencana alam seperti banjir dan tanah longsor dapat dihindari. "Dengan masyarakat yang banyak dan luasnya kawasan hutan, peran penyuluh penting untuk memberikan pemahaman dan pendidikan mengenai hal tersebut kepada masyarakat sekitar hutan," terangnya.

Lebih lanjut, Zulkifli memaparkan, total kebutuhan penyuluh kehutanan secara nasional sesuai formulasi Badan Kepegawaian Negara sebanyak 21 ribu orang. Namun, hingga 2012, penyuluh kehutanan PNS hanya berjumlah 4.056 orang dan tenaga penyuluh kehutanan swadaya masyarakat 2.505 orang, sementara tenaga penyuluh kehutanan swasta sampai saat ini belum dibentuk. Oleh karena itu, dalam momen tersebut Zulkifli mencanangkan pembentukan penyuluh kehutanan swasta. Zulkifli pun menargetkan, sekitar 25-30 ribu penyuluh dapat menjaga hutan dan memberikan pendidikan pada masyarakat sekitar hutan. (Bug/OL-04)http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-kehutanan/744-ekonomi/11947-menhut-targetkan-30-ribu-penyuluh-kehutanan-swasta

Rabu, 21 November 2012

Pelatihan Pengelolaan HHBK dari Hutan Rakyat.

Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) bersama dengan PERSEPSI melalui dukungan dari Ford Foundation, melaksanakan pelatihan pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, terutama yang berasal dari areal hutan rakyat yang telah mendapatkan sertifikat ekolabel. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 27-29 Maret 2012 di Desa Sumberejo, Wonogiri, yang diikuti oleh 15 peserta dengan distribusi peserta sebanyak 2 orang dari Desa Ngrayun, Kabupaten Ponorogo, masing-masing 3 orang dari Desa Selopuro, Sumberejo dan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, 2 orang dari Desa Jatingarang, Kabupaten Sukoharjo, dan 2 orang perwakilan dari Kabupaten Pacitan.
Pelaksanaan pelatihan di desain mulai dari penanaman hingga pengolahan paska panen dari komoditas HHBK. Dalam hal ini, produk dominan di Wonogiri adalah empon-empon yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional dan kosmetik.
Pelatihan diadakan di Balai Desa Sumberejo, dengan narasumber/trainers : Ibu Nuning Barwa (Direktur CSR PT. Martina Berto), Bapak Heru Wardhana (Community Development Manager PT. Martina Berto), Bapak Dedi Sopiandi (Manager Kampoeng Djamoe Organik PT. Martina Berto), difasilitasi oleh Bapak Wisnu Caroko (Setara/NTFP Ind). Pelatihan terdiri dari teori pengenalan HHBK,  tanaman obat dan kosmetik, juga belajar dari pengalaman para petani sampai sejauh mana mengenal atau mengolah HHBK. Praktek lapangan terdiri dari penanaman, pemanenan hingga pengolahan pasca panen, maupun bagaimana membuat business plan.
Ibu Yuli, salah satu perwakilan dari GOPHR Weru mengatakan “Pelatihan ini saya mendapatkan ilmu bagaimana menanam empon-empon yang baik dan bagaimana pengelolaannya sesuai standard perusahaan jamu nasional. Hal ini akan memperluas peluang bagi saya untuk memasarkan empon-empon ke perusahaan jamu”.
Selain itu, pelatihan yang dilaksanakan menghasilkan beberapa capaian sebagai berikut:
  1. Meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petani di sekitar hutan yang telah disertifikasi dengan skema LEI (petani dari Ponorogo: Desa Ngrayun – Ponorogo, petani dari Wonogiri: Desa Selopuro, Desa Semawur, Desa Giriwoyo dan Desa Weru, petani dari Kab. Pacitan: Karanganyar) dalam hal budi daya dan pengolahan pasca panen serta pengemasannya.
  2. Terbukanya peluang kerjasama pemasaran untuk produk Empon-empon (Kunyit, Jahe, dll) ke PT. Martina Berto Tbk.
  3. Meningkatnya kualitas produk yang dihasilkan petani sehingga diharapkan bisa diterima di perusahaan-perusahaan jamu berskala nasional/internasional.
  4. Rencana ke depan disepakati pembagian peran masing-masing institusi dimana LEI akan mengupayakan bantuan alat dan sertifikasi HHBK, PERSEPSI akan terus melakukan pendampingan, PT. Martina Berto sebagai konsultan dan bersedia menerima produk bila sudah memenuhi kriteria, dan Setara/NTFP akan membantu di bidang pemasaran.http://www.lei.or.id/id/news/932/pelatihan-pengelolaan-hhbk-dari-hutan-rakyat