Dalam
rangka mendukung perhutanan sosial Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur pada hari Rabu s/d Jumat tanggal 21 s/d 23 November 2018 mengadakan
sekolah lapang dengan menggunakan dengan tema hutan rakyat berlokasi di Wanawiyata Widyakarya Kelompok Tani Hutan (KTH) Enggal Mulyo Lestari dukuh Krajan RT.003 RW. 002 Desa Mrayan Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo dengan peserta sebanyak 25 orang dari Kelompok Tani Hutan
(KTH) dan Penyuluh kehutanan pendamping wilayah kerja kabupaten Madiun.
Sekolah
lapangan adalah proses pembelajaran non formal bagi petani untuk meningkat
Pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usaha,
identifikasi dan mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan
teknologi yang sesuai dengan sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan
lingkungan sehingga usahatani lebih efisien, berproduktivitas tinggi dan
berkelanjutan.
Sekolah
Lapangan dipandang sebagai salah satu metode dalam proses belajar mengajar yang
cukup efektif, karena sangat cocok sebagai metode pembelajaran bagi orang
dewasa (Andragogi) karena sifatnya yang tidak formal. Proses belajar dilakukan
dilapangan dimana tersedia obyek nyata berupa pengelolaan hutan rakyat,
agroforestry. kelola lembaga, kelola kawasan, kelola usaha sadap getah pinus
rakyat dan jual beli kayu, wanawisata dan sertifikasi hutan rakyat lestari skema
Forest Stewarship Council (FSC) yang
dijadikan materi pelajaran.
Sekolah Lapangan Kehutanan dilakukan dengan berpedoman pada beberapa hal sebagai berikut:
1. Peserta sekolah lapangan kehutanan adalah petani, kelompok tani hutan (KTH) atau para pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan hutan lestari
2. Tempat
belajar adalah di lahan kegiatan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Lestari (PHBML) di KTH Enggal Mulyo Lestari yang telah ditetapkan sebagai
Wanawiyata Widyakarya.
3.
Sekolah
Lapangan dilaksanakan selama 3 hari dan peserta menginap.
4. Materi
pelajaran pada praktek/penerapan, pengamatan, diskusi dan tukar menukar
informasi dan pengalaman. Materi Pelajaran benar-benar merupakan kebutuhan
petani dan disepakati bersama petani.
5. Proses
pembelajaran di pandu oleh fasilitator yang berfungsi mengarahkan proses
belajar sebagai penengah dalam melakukan diskusi.
6. Petani
selaku peserta belajar memiliki hak yang sama untuk bicara dan berpendapat dan
merupakan tugas fasilitator untuk menciptakan suasana harmonis dan berimbang
dalam proses belajar.
7. Pada
setiap akhir proses belajar diharapkan adanya kesepakatan tindak lanjut
diantaranya; kesiapan untuk menerapkan teknologi yang sudah dipelajari oleh
peserta, pemecahan masalah (bagaimana dan kapan) prioritas materi pada
pertemuan selanjutnya dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar