Sehubungan dengan diundangkannya Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor
P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 Tentang Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Budidaya
Yang Berasal Dari Hutan Hak dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 1130 dan mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 15 Agustus 2017. Dalam
Peraturan dimaksud terdapat beberapa perubahan terhadap ketentuan pengangkutan
hutan kayu yang berasal dari hutan hak.
Perubahan 1
1.a. Perubahan Pengertian Hak Atas Tanah
Dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 berbunyi "Hak atas Tanah
adalah hak yang diakui oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (BPN) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan"
telah diubah menjadi Hak atas Tanah adalah hak yang
dibuktikan dengan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik,
Hak Guna Usaha, Hak Pakai, atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang
diakui oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
(Pasal 1 Angka 3 Permen LHK Nomor P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017).
1.b Perubahan 2 pengertian TPKRT
Dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 berbunyi "Tempat
Pengumpulan Kayu Rakyat Terdaftar yang selanjutnya disebut TPKRT adalah tempat
pengumpulan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak sebelum
dikirim ke tujuan akhir yang lokasinya diketahui oleh Dinas Provinsi." telah
diubah menjadi Tempat Pengumpulan Kayu Rakyat Terdaftar yang selanjutnya
disingkat TPKRT adalah tempat
pengumpulan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak sebelum
dikirim ke tujuan akhir yang lokasinya diketahui oleh Kepala Balai. (Pasal 1
Angka 7 Permen LHK Nomor P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017).
Perubahan 2 (Perubahan ketentuan Pasal 6)
Ketentuan Pasal 6 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (6)
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor
P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 diubah, dan di antara Pasal 6 ayat (2) dan
ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2A) Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016, sehingga Pasal 6
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Nomor P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Nota Angkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari
hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diterbitkan oleh pemilik
hutan hak dan berlaku sebagai DKP.
(2) Nota Angkutan Lanjutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal
dari hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) untuk TPKRT di
provinsi di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali diterbitkan oleh GANISPHPL PKB yang
dipekerjakan di TPKRT dengan mencantumkan nomor Nota Angkutan sebelumnya dan
berlaku sebagai DKP.
(2A) Nota Angkutan Lanjutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal
dari hutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) untuk TPKRT di
provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Bali dapat diterbitkan oleh Pemilik TPKRT
dengan mencantumkan nomor Nota Angkutan sebelumnya dan berlaku sebagai DKP.
(3) Pengadaan blanko Nota Angkutan hasil hutan kayu budidaya yang berasal
dari hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh pemilik hutan
hak atau pembeli kayu budidaya dari hutan hak.
(4) Pengadaan blangko Nota Angkutan Lanjutan hasil hutan kayu
budidaya yang berasal dari hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (2A), dilakukan oleh pemilik TPKRT.
(5) Pengadaan blangko Nota Angkutan dan Nota Angkutan Lanjutan
hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak dapat dilakukan dengan
fotocopy, dan pengisiannya dapat dilakukan dengan tulisan tangan.
(6) Format blangko Nota Angkutan dan Nota Angkutan Lanjutan hasil
hutan kayu dari hutan hak sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran
II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Perubahan 3 (Perubahan ketentuan Pasal 8)
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 diubah, di antara Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2)
disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1A), sehingga Pasal 8 Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Nomor P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Penerimaan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan
hak di provinsi di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali pada TPKRT dan industri
primer dilakukan oleh GANISPHPL PKB dengan mematikan Nota Angkutan atau Nota
Angkutan Lanjutan.
(1A) Penerimaan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak di provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Bali pada TPKRT dilakukan oleh Pemilik TPKRT dan pada industri primer dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan industri primer dengan mematikan Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan.
(1A) Penerimaan hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak di provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Bali pada TPKRT dilakukan oleh Pemilik TPKRT dan pada industri primer dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan industri primer dengan mematikan Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan.
(2) Nota Angkutan atau Nota Angkutan Lanjutan yang telah dimatikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1A), dibubuhi stempel/cap “TELAH
DIGUNAKAN”.
(3) Industri primer atau TPKRT penerima hasil hutan kayu budidaya
yang berasal dari hutan hak wajib menyampaikan laporan rekapitulasi Nota
Angkutan dan atau Nota Angkutan Lanjutan kepada Kepala Dinas Provinsi dan
Kepala Balai setempat setiap 6 (enam) bulan.
Perubahan 4 (Perubahan ketentuan Pasal 10)
Ketentuan Pasal 10 ayat (1) sampai dengan ayat (5) Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor
P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 diubah, dan ditambah
1 (satu) ayat yakni ayat (6), sehingga Pasal 10 Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016, sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor
P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) Penggunaan dokumen Nota Angkutan yang terbukti digunakan
sebagai dokumen angkutan kayu yang berasal dari kawasan hutan negara dikenakan
sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Peraturan
(2) Dalam hal pengangkutan hasil hutan hak tidak dilengkapi
dokumen Nota Angkutan, maka terhadap hasil hutan tersebut dilakukan pelacakan
terhadap kebenaran atau asal usul hasil hutan hak.
(3) Pelacakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sepanjang asal
usul hasil hutan dapat dibuktikan keabsahannya, dikenakan sanksi administratif
berupa pembinaan melalui teguran tertulis dari Balai berdasar laporan petugas
kehutanan yang menerima Nota Angkutan di tempat tujuan.
(4) Pelacakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
pejabat kehutanan yang ditunjuk oleh Balai.
(5) Apabila berdasarkan hasil pelacakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), terbukti bukan berasal dari lahan yang ditunjukkan oleh
pemilik/pengangkut hasil hutan, maka dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku.
(6) Dalam hal terjadi pelanggaran dalam pengangkutan hasil hutan
yang berasal dari hutan hak dengan menggunakan dokumen Nota Angkutan, seperti terdapat
perbedaan jumlah batang atau masa berlaku dokumen habis di perjalanan, dapat
dikenakan sanksi administratif berupa pembinaan melalui teguran tertulis dari
Kepala Balai.
Perubahan 5 (Perubahan Blanko)
Perubahan terhadap Dokumen Blanko Nota Angkutan atau Nota Angkutan
Lnjutan, silahkan dilihat di lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Nomor P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor
P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017)
PASAL ANCAMAN PIDANA PENGANGKUTAN KAYU ILEGAL
PASAL ANCAMAN PIDANA PENGANGKUTAN KAYU ILEGAL
Perbuatan yang dilarang dilakukan sehubungan
dengan pengangkutan kayu hasil hutan:
§ "Orang perseorangan yang dengan sengaja mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah)." (Pasal 83 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18 Th
2013 tentang P3H)
§ "Orang perseorangan yang karena kelalaiannya mengangkut,
menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) bulan dan paling lama 3 (tiga)
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)." (Pasal 83 ayat
(2) huruf b Jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18 Th 2013 tentang P3H)
§ "Korporasi yang mengangkut, menguasai, atau
memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat
keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah)." (Pasal 83 ayat (4) huruf b Jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18
Th 2013 tentang P3H)
§ "Orang perseorangan yang dengan sengaja memalsukan surat
keterangan sahnya hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf b Jo. Pasal 14 huruf a UU No. 18 Th 2013
tentang P3H)
§ "Orang perseorangan yang dengan sengaja menggunakan surat
keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf b Pasal 14 huruf a UU No. 18 Th 2013
tentang P3H)
§ Orang perseorangan yang
dengan sengaja melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf c Jo. Pasal 15 UU No. 18 Th 2013 tentang
P3H)
§ "Korporasi yang
memalsukan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah)." (Pasal 88 ayat (2) huruf b Jo. Pasal 14 huruf
a UU No. 18 Th 2013 tentang P3H)
§ "Korporasi
yang menggunakan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu yang palsu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda
paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)." (Pasal 88 ayat (2) huruf
b Jo. Pasal 14 huruf b UU No. 18 Th 2013 tentang P3H)
§ "Korporasi yang
melakukan penyalahgunaan dokumen angkutan hasil hutan kayu yang diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)." (Pasal
88 ayat (c) huruf b UU No. 18 Th 2013 tentang P3H)
Perbuatan yang wajib dilakukan sehubungan
dengan pengangkutan kayu hasil hutan:
§ Orang perseorangan yang
dengan sengaja melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki
dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah). (Pasal 88 ayat (1) huruf a Jo. Pasal 16 UU No. 18 Th 2013 tentang
P3H);
§ Korporasi yang melakukan
pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat
keterangan sahnya hasil hutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta
pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta
rupiah). (Pasal 88 ayat (2) huruf a Jo. Pasal 16 UU No. 18 Th 2013
tentang P3H);
*Penulis M. HARIYANTO. S.H., M.Hum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar