Kamis, 21 Januari 2021

Geliat Kelompok Tani Hutan di Ponorogo Menyadap Getah Pinus


Ponorogo - Sebuah Kelompok Tani Hutan (KTH) di Ponorogo tengah bergeliat memanfaatkan hutan pinus dengan diambil getahnya. Bukan mengambil kayunya

Suasana asri dan sejuk masih terasa di Desa Selur, Kecamatan Ngrayun. Rimbunnya lahan pinus membuat hawa segar khas pegunungan masih terjaga hingga saat ini.

Tampak beberapa warga sibuk menyadap getah pinus. Mereka membawa celurit dan wadah penampung getah. Meski peluh membanjiri dahi, dengan cekatan mereka mengambil getah pinus.

Siapa sangka, keuletan mereka menyadap getah pinus bisa menghantarkan Kelompok Tani Hutan (KTH) Agra Lestari Desa Selur meraih juara 2 tingkat Nasional yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kategori KTH.

"Kegiatan sadap pinus ini baru kami lakukan 3 tahun terakhir," tutur Ketua KTH Agra Lestari, Mulyono kepada detikcom, Minggu (22/9/2019).

Menurutnya, KTH tersebut terdiri dari berbagai kelompok kecil. Mulai dari ibu-ibu petani sampai peternak yang saling bersinergi untuk menjaga hutan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) Desa Selur.

"Terutama perubahan pemikiran yang awalnya hutan rakyat hanya dimanfaatkan untuk mengambil kayu pinus saja, bisa diambil getahnya," imbuhnya.

Pada awalnya, ia merasa kesulitan mengubah pola pikir masyarakat untuk memanfaatkan pohon pinusnya agar diambil getahnya. Padahal dengan diambil getahnya, dalam beberapa tahun hasilnya sudah setara dengan harga satu batang pohon.

"Pohon pinus yang dijual sebagai kayu gelondongan biasanya berumur 8 tahun ke atas, padahal jika diambil getahnya bisa disadap sampai umur 50 tahun lebih," terangnya.

Dengan memberdayakan masyarakat untuk mengelola hutan rakyat, yakni hanya mengambil getah pinus saja, maka turut menjaga terus tersedianya sumber air bagi warga pegunungan.

"Jika pohon-pohon pinus dengan umur sekitar 10 tahun sudah ditebang saya takutkan jika musim kemarau nantinya kita akan lebih kesulitan sumber air," ujarnya.

Saat ini KTH Agra Lestari juga telah bekerja sama dengan salah satu pihak swasta untuk menampung hasil getah pinus. Yakni dengan harga Rp 8 ribu per kilogram. Menurutnya itu bisa menambah penghasilan bagi masyarakat sekitar.

Satu pohon pinus untuk diameter 30 sentimeter bisa menghasilkan 1 kilogram getah setiap bulannya. Jumlah ini akan terus bertambah seiring semakin besarnya batang pohon pinus.

"Minimal bisa dipanen untuk pertama kalinya saat umur 10 tahun ke atas, setelah itu disadap sampai 3 generasi pun bisa," imbuhnya.

Pohon pinus yang saat ini dimiliki warga merupakan bantuan dari Perhutani sejak tahun 1990an dan 2000an awal. "Selain Perhutani tidak ada yang menyediakan bibit pinus, sedangkan Perhutani sendiri tidak menjual bibitnya," tukasnya.

Mulyono menuturkan, warga bisa mendapatkan bibit pinus jika ada sisa dari Perhutani saat penanaman bibit pada hutan milik Perhutani. Sehingga saat ini pihaknya juga sedang berusaha untuk membuat ketersediaan bibit pinus sendiri.

"Harapannya ada bantuan bibit pinus untuk ditanam kembali, saat ini kami kesulitan untuk mencari bibitnya," pungkasnya.


Tidak ada komentar: