Minggu, 27 Februari 2022

Jasa Lingkungan

Apa itu jasa lingkungan? Istilah ini sangat familiar dalam studi di bidang lingkungan dan diskusi mengenai isu-isu kehutanan serta merupakan salah satu praktik dalam perhutanan sosial.

Jasa lingkungan ialah manfaat yang diperoleh masyarakat dari hubungan timbal-balik yang dinamis yang terjadi di dalam lingkungan hidup, antara tumbuhan, binatang, dan jasa renik dan lingkungan non-hayati.

Dalam definisi yang lebih lugas dapat dijelaskan bahwa Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara lain jasa wisata alam/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon.

Berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, disebutkan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan kehidupan manusia.

Klasifikasi jasa lingkungan

Adapun klasifikasi jasa lingkungan menurut Millennium Ecosystem Assessment (MEA) berdasarkan tipe manfaat kehidupan bagi manusia yaitu:

Jasa Lingkungan Penyedia (Provisioning)

Produk yang diperoleh dari layanan ekosistem seperti; penyediaan pangan, penyediaan air, penyediaan bahan bakar dan material lain serta penyediaan sumberdaya genetik.

Jasa Lingkungan Pengaturan (Regulating)

Manfaat yang diperoleh dari pengaturan proses layanan ekosistem; Pengaturan kualitas udara, Pengaturan iklim, Pencegahan dan Perlindungan terhadap bencana alam (banjir, longsor, kebakaran, dan tsunami), Pengaturan air, Pemurnian air dan pengolahan limbah, Pengaturan penyerbukan alami Pengendalian Hama.

Jasa Lingkungan Budaya (Cultural)

Manfaat nonmaterial yang diperoleh dari ekosistem; Budaya estetika: apresiasi pemandangan alam, Budaya rekreasi: peluang untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi, Budaya warisan budaya dan Identitas: rasa tempat dan milik.

Jasa Lingkungan Pendukung (Supporting)

Layanan yang diperlukan untuk produksi semua layanan ekosistem lainnya; Habitat dan Keanekaragaman hayati, Pembentukan dan regenerasi tanah, Produksi primer, dan Siklus hara.

Produk jasa lingkungan hutan atau kawasan konservasi umumnya dibagi dalam 4 (empat) kategori (Wunder, 2005):

1.     Penyerap dan penyimpangan karbon (carbon sequestration and storage).

2.     Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection).

3.     Perlindungan daerah aliran sungai (watershed protection)

4.     Keindahan bentang alam (landscape beauty)

 

Imbal jasa lingkungan

Kajian Ekosistem Milenium (Millennium Ecosystem Assessment) yang dilakukan PBB pada tahun 2005 mengidentifikasi dan mengkaji 24 macam jasa ekosistem. Tiga di antaranya mendapatkan perhatian internasional dan pendanaan yang besar: mitigasi perubahan iklim, jasa daerah aliran sungai (DAS), dan konservasi keanekaragaman hayati.

Lalu bagaimana mekanisme pembayaran jasa lingkungan?

Pemanfaatan Jasa Lingkungan dikenal dengan istilah Payment for Ecosystem Services disingkat PES. PES merupakan pemberian insentif kepada masyarakat atau pemilik tanah untuk mengelola tanah dan sumber daya alam mereka dengan cara yang dapat menghasilkan jasa ekologis yang berkelanjutan.

Jasa ekosistem adalah ‘keuntungan dari alam’ untuk perseorangan, keluarga, masyarakat dan ekonomi. PES merupakan transaksi sukarela untuk jasa lingkungan yang telah didefinisikan secara jelas (atau penggunaan lahan yang dapat menjamin jasa tersebut.

Dalam sebuah transaksi PES, pemanfaat dari jasa lingkungan membayar atau menyediakan bentuk lain imbalan kepada pemilik lahan atau orang yang berhak menggunakan lingkungan tersebut (lahan atau air tawar, laut), untuk mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga menjamin jasa lingkungan.

Pembayaran atau imbalan ini semestinya bersyarat terhadap penyediaan jasa tersebut. Dalam praktiknya, mungkin sulit memenuhi persyaratan PES tersebut, dan mungkin tidak perlu atau tidak tepat melakukan demikian dalam beberapa hal .

Jasa lingkungan menunjang ekonomi dan masyarakat. Jasa lingkungan biasanya tidak tergantikan atau hanya tergantikan dengan biaya besar. Penghematan yang diperoleh dari perlindungan terhadap modal alam dapat memberi nilai ekonomi yang meyakinkan disamping karena alasan lingkungan yang sudah dikenal, yaitu pengelolaan berwawasan lingkungan.

Perangsang bagi pengelolaan lingkungan berkelanjutan melalui imbal jasa lingkungan (PES) dapat mendorong tindakan pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Mengapa perangsang tersebut penting? Walaupun masyarakat memperoleh manfaat dari jasa lingkungan – juga menderita ketika keberadaannya lebih lama — ada pilihan pendapatan lain di luar pemberian jasa lingkungan tersebut.

Penggunaan lahan yang menguntungkan dalam waktu lebih pendek, misalnya pertanian intensif, mestinya lebih menarik. Melalui PES, pemanfaat jasa lingkungan dapat mencegah kerugian ekonomi yang terkait dengan perubahan lingkungan, mendukung pelestarian lingkungan, dan mendorong pendapatan pengguna lahan, yang saling menguntungkan.

Konsep jasa lingkungan menunjang penyusunan strategi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang jelas menguntungkan ekonomi dan masyarakat. PES memungkinkan biaya jasa lingkungan yang tidak terbayarkan tercermin dalam ekonomi sehingga membangun ekonomi yang efisien secara lingkungan.

Kebijakan yang mendukung PES juga mengakibatkan jumlah pemangku kepentingan berlipat ganda, yang dapat menjadi investor dalam hal modal alam, dan memperbesar pembiayaan yang tersedia untuk pengelolaan jasa lingkungan yang penting.

Dengan demikian, PES selaras dengan pendekatan “pertumbuhan hijau” bagi pembangunan berkelanjutan, yang memadukan kelebihan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan terhadap lingkungan. Dengan cara ini, dapat muncul lebih banyak pola berkelanjutan dan adil dalam pertumbuhan ekonomi.

Sumber: https://imunitas.or.id/3626/jasa-lingkungan-jasling-apa-itu/


Pariwisata Berbasis Masyarakat

ASEAN (2015) mendefinisikan pariwisata berbasis masyarakat atau dikenal dengan istilah Community Based Tourism (CBT) sebagai kegiatan kepariwisataan yang sepenuhnya dimiliki, dijalankan, dan dikelola oleh masyarakat sehingga berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mata pencaharian yang berkelanjutan dan melindungi tradisi sosial-budaya yang bernilai maupun sumber daya alam dan warisan budaya.

Secara konseptual, prinsip pembangunan pariwisata berbasis masyarakat adalah dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan melalui pemberdayaan dalam berbagai kegiatan kepariwisataan sehingga manfaat dari pariwisata sebesar-besarnya dirasakan langsung oleh masyarakat.

Adapun prinsip pembangunan pariwisata berbasis komunitas menurut ASEAN (2015) di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Melibatkan dan memberdayakan komunitas agar pengelolaan dapat dipastikan transparan
  2. Membangun kerja sama dengan pihak-pihak (stakeholder) terkait, yang dalam hal ini dikenal dengan konsep pentahelix (pemerintah, swasta, media, akademisi, dan komunitas)
  3. Memperoleh pengakuan dari otoritas terkait
  4. Meningkatkan kesejahteraan sosial dan martabat manusia
  5. Menerapkan mekanisme pembagian keuntungan yang adil dan transparan
  6. Meningkatkan skema hubungan ekonomi dengan pihak lokal dan regional
  7. Menghargai tradisi dan budaya lokal
  8. Berkontribusi terhadap konservasi sumber daya alam
  9. Meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan dan tuan rumah dengan memperkuat interaksi yang bermakna antara tuan rumah (pelaku wisata) dengan tamu (wisatawan)
  10. Bekerja untuk menuju kemandirian finansial

Dalam beberapa kasus, masyarakat lokal pada umumnya tidak memiliki informasi, sumber daya, dan kekuatan yang cukup untuk mengambil keputusan dalam pembangunan pariwisata. Untuk itu, dibutuhkan pihak-pihak khusus dan profesional yang dapat mengatasi keterbatasan-keterbatasan masyarakat lokal untuk menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, sehingga dapat lebih baik dalam mengembangkan destinasi wisata.

Referensi :

  • ASEAN. 2015. ASEAN Community Based Tourism Standard. Cambodian Ministry of Tourism. Phnom Penh, Cambodia