Senin, 29 Maret 2021

Perhutanan Sosial Untuk Kesejahteraan Masyarakat Desa Hutan

 

Masyarakat desa hutan merupakan sekumpulan orang yang tinggal di dalam atau sekitar hutan. Kebanyakan dari masyarakat desa hutan menggantungkan kehidupannya pada sumber daya hutan yang ada di sekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Namun, sebagian dari masyarakat desa hutan di Indonesia masih belum bisa mengelola hutan di sekitar mereka dengan baik. Tercatat bahwa kerusakan hutan di Indonesia mencapai 610.375,92 ha yang merupakan peringkat ketiga negara dengan kerusakan hutan terparah di dunia. Peringkat tersebut bukanlah hal yang bisa dibanggakan. Selain itu, masyarakat desa hutan juga biasanya memiliki masalah mengenai sosial dan ekonomi dalam mengelola hutan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kurangnya wawasan pengetahuan mengenai pengelolaan hutan yang baik, sulitnya akses transportasi yang dilalui, sederhananya peralatan kehutanan yang dimiliki, konflik antar masyarakat, dan masih banyak lagi.

Menurut penelitian, 50% dari jumlah penduduk miskin di Indonesia bertempat tinggal di sekitar hutan. Penanganan pemerintah pusat mengenai kemiskinan masyarakat di sekitar hutan memang kurang baik jika dibandingkan dengan penanganan masyarakat miskin di desa ataupun perkotaan. Pemberdayaaan sumber daya hutan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dirasa belum berjalan secara maksimal. Beberapa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan sudah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya yang sudah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yaitu dengan program Perhutanan Sosial. Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Program ini bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme pemberdayaan dan tetap berpedoman pada aspek kelestarian hutan. Program tersebut sangat memberi kesempatan besar bagi masyarakat desa hutan.

Pelaku Perhutanan Sosial adalah kesatuan masyarakat secara sosial yang terdiri dari warga Negara Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan negara, memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan, dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan. Presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo, menjelaskan bahwa sasaran dari program perhutanan sosial adalah untuk masyarakat yang bermukim di sekitar hutan dan tergantung pada pemanfaatan sumber daya hutan dan kelestarian hutan, masyarakat yang berlahan sempit atau tidak memiliki lahan serta masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Contoh dari pelaku program Perhutanan Sosial ini yaitu Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD)/Lembaga Adat, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Masyarakat Hukum Adat, Kelompok Tani, dan Gabungan Kelompok Tani, dan lain-lain.

Perhutanan Sosial dapat dibagi menjadi 5 skema, yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. Kelima skema tersebut memiliki sistem pengelolaan yang berbeda namun intinya masih sama yaitu untuk mencapai kesejahteraan. Hutan Desa merupakan hutan negara yang dikelola oleh lembaga desa untuk mensejahterakan desa. Hutan kemasyarakatan merupakan hutan negara yang dikelola oleh masyarakat untuk tujuan memberdayakan masyarakat. Hutan Tanaman Rakyat merupakan hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur. Hutan Adat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat adat yang sebelumnya merupakan hutan negara ataupun bukan hutan negara. Sedangkan Kemitraan Kehutanan merupakan  kerjasama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang Izin Usaha Pemanfaatan hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.

Salah satu skema dari Perhutanan Sosial adalah Hutan Desa (HD). Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai Hutan Desa yaitu hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan dan berlokasi di desa yang bersangkutan. Untuk mengelola HD, kepala desa membentuk Lembaga Desa yang bertugas mengelola hutan desa. Lembaga desa  mengajukan permohonan hak pengelolaan hutan  pada gubernur melalui bupati/walikota. Namun, hak tersebut bukan merupakan hak kepemilikan hutan. Bila permohonan tersebut disetujui, hak pengelolaan hutan desa dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun. Jika di daerah hutan desa terdapat hutan alam yang berpotensi menghasilkan hasil kayu, maka lembaga desa harus mengajukan permohonan pada Izin Usaha Pemanfaata Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). Dengan adanya izin-izin tersebut, masyarakat di dalam dan sekitaran hutan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Di dalam Hutan Desa, masyarakat dapat melakukan berbagai usaha, seperti budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, ataupun penangkaran satwa liar.

Contoh kawasan yang menerapkan Hutan Desa yaitu Desa Salamrojo, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk. Pemberdayaan di desa ini dimulai dengan sosialisasi rutin yang diadakan setiap bulan. Hal ini bertujuan agar masyarakat mengerti tentang pentingnya pemberdayaan itu. Pemberdayaan sangat diperlukan oleh masyarakat Desa Salamrojo ini karena daerahnya cukup terpencil dan sebagian besar penduduk Desa Salamrojo menggantungkan hidupnya pada hasil hutan. Hasil perkebunan yang dimiliki masyarakat Desa Salamrojo hanya bisa dipanen tiap tahun sehingga masyarakat tidak mempunyai penghasilan setiap hari maupun setiap bulannya. Adanya rentenir juga menjadi faktor penghambat perekonomian masyarakat di desa ini. Hutan yang dipegang oleh pihak KPH Nganjuk sebagian besar ditanami pohon jati yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kemiskinan sosial dapat diperkecil melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana lingkungan. Manfaat yang dapat dirasakan langsung adalah lebih meningkatnya pendapatan masyarakat. Pelaksanaan program LMDH dapat berjalan dengan lancar karena antara lembaga, masyarakat desa hutan, dan stakeholder saling bekerja sama dengan baik. Selain itu, keberhasilan pelaksanaan program LMDH yang ada di Desa Salamrojo juga dipengaruhi oleh faktor sumberdaya alam yang sangat berpotensi.

Tulisan ini dipublikasikan oleh Forestry Study Club UGM pada 1 juli 2018

https://fsc.fkt.ugm.ac.id/perhutanan-sosial-untuk-kesejahteraan-masyarakat-desa-hutan/

Jumat, 19 Maret 2021

Jasa Lingkungan dan Imbal Jasa Lingkungan

Anis Kurniawan menulis di Klikhijau.com jasa lingkungan ialah manfaat yang diperoleh masyarakat dari hubungan timbal-balik yang dinamis yang terjadi di dalam lingkungan hidup, antara tumbuhan, binatang, dan jasa renik dan lingkungan non-hayati.

Dalam definisi yang lebih lugas dapat dijelaskan bahwa Jasa lingkungan adalah produk sumberdaya alam hayati dan ekosistem berupa manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible) yang meliputi antara lain jasa wisata alam/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, keanekaragaman hayati, penyerapan dan penyimpanan karbon.

Berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, disebutkan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan kehidupan manusia.

Klasifikasi jasa lingkungan

Adapun klasifikasi jasa lingkungan menurut Millennium Ecosystem Assessment (MEA) berdasarkan tipe manfaat kehidupan bagi manusia yaitu:

1.    Jasa Lingkungan Penyedia (Provisioning)

Produk yang diperoleh dari layanan ekosistem seperti; penyediaan pangan, penyediaan air, penyediaan bahan bakar dan material lain serta penyediaan sumberdaya genetik.

2.    Jasa Lingkungan Pengaturan (Regulating)

Manfaat yang diperoleh dari pengaturan proses layanan ekosistem; Pengaturan kualitas udara, Pengaturan iklim, Pencegahan dan Perlindungan terhadap bencana alam (banjir, longsor, kebakaran, dan tsunami), Pengaturan air, Pemurnian air dan pengolahan limbah, Pengaturan penyerbukan alami Pengendalian Hama.

3.    Jasa Lingkungan Budaya (Cultural)

Manfaat nonmaterial yang diperoleh dari ekosistem; Budaya estetika: apresiasi pemandangan alam, Budaya rekreasi: peluang untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi, Budaya warisan budaya dan Identitas: rasa tempat dan milik.

4.    Jasa Lingkungan Pendukung (Supporting)

Layanan yang diperlukan untuk produksi semua layanan ekosistem lainnya; Habitat dan Keanekaragaman hayati, Pembentukan dan regenerasi tanah, Produksi primer, dan Siklus hara.

Produk jasa lingkungan hutan atau kawasan konservasi umumnya dibagi dalam 4 (empat) kategori (Wunder, 2005):

  1. Penyerap dan penyimpangan karbon (carbon sequestration and storage).
  2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection).
  3. Perlindungan daerah aliran sungai (watershed protection)
  4. Keindahan bentang alam (landscape beauty)

Apa itu imbal jasa lingkungan?

Kajian Ekosistem Milenium (Millennium Ecosystem Assessment) yang dilakukan PBB pada tahun 2005 mengidentifikasi dan mengkaji 24 macam jasa ekosistem. Tiga di antaranya mendapatkan perhatian internasional dan pendanaan yang besar: mitigasi perubahan iklim, jasa daerah aliran sungai (DAS), dan konservasi keanekaragaman hayati.

Lalu bagaimana mekanisme pembayaran jasa lingkungan?

Pemanfaatan Jasa Lingkungan dikenal dengan istilah Payment for Ecosystem Services disingkat PES. PES merupakan pemberian insentif kepada masyarakat atau pemilik tanah untuk mengelola tanah dan sumber daya alam mereka dengan cara yang dapat menghasilkan jasa ekologis yang berkelanjutan.

Jasa ekosistem adalah ‘keuntungan dari alam’ untuk perseorangan, keluarga, masyarakat dan ekonomi. PES merupakan transaksi sukarela untuk jasa lingkungan yang telah didefinisikan secara jelas (atau penggunaan lahan yang dapat menjamin jasa tersebut.

Dalam sebuah transaksi PES, pemanfaat dari jasa lingkungan membayar atau menyediakan bentuk lain imbalan kepada pemilik lahan atau orang yang berhak menggunakan lingkungan tersebut (lahan atau air tawar, laut), untuk mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga menjamin jasa lingkungan.

Pembayaran atau imbalan ini semestinya bersyarat terhadap penyediaan jasa tersebut. Dalam praktiknya, mungkin sulit memenuhi persyaratan PES tersebut, dan mungkin tidak perlu atau tidak tepat melakukan demikian dalam beberapa hal

Jasa lingkungan menunjang ekonomi dan masyarakat. Jasa lingkungan biasanya tidak tergantikan atau hanya tergantikan dengan biaya besar. Penghematan yang diperoleh dari perlindungan terhadap modal alam dapat memberi nilai ekonomi yang meyakinkan disamping karena alasan lingkungan yang sudah dikenal, yaitu pengelolaan berwawasan lingkungan.

Perangsang bagi pengelolaan lingkungan berkelanjutan melalui imbal jasa lingkungan (PES) dapat mendorong tindakan pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Mengapa perangsang tersebut penting? Walaupun masyarakat memperoleh manfaat dari jasa lingkungan – juga menderita ketika keberadaannya lebih lama — ada pilihan pendapatan lain di luar pemberian jasa lingkungan tersebut.

Penggunaan lahan yang menguntungkan dalam waktu lebih pendek, misalnya pertanian intensif, mestinya lebih menarik. Melalui PES, pemanfaat jasa lingkungan dapat mencegah kerugian ekonomi yang terkait dengan perubahan lingkungan, mendukung pelestarian lingkungan, dan mendorong pendapatan pengguna lahan, yang saling menguntungkan.

Konsep jasa lingkungan menunjang penyusunan strategi pengelolaan sumberdaya alam (SDA) yang jelas menguntungkan ekonomi dan masyarakat. PES memungkinkan biaya jasa lingkungan yang tidak terbayarkan tercermin dalam ekonomi sehingga membangun ekonomi yang efisien secara lingkungan.

Kebijakan yang mendukung PES juga mengakibatkan jumlah pemangku kepentingan berlipat ganda, yang dapat menjadi investor dalam hal modal alam, dan memperbesar pembiayaan yang tersedia untuk pengelolaan jasa lingkungan yang penting.

Dengan demikian, PES selaras dengan pendekatan “pertumbuhan hijau” bagi pembangunan berkelanjutan, yang memadukan kelebihan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan terhadap lingkungan. Dengan cara ini, dapat muncul lebih banyak pola berkelanjutan dan adil dalam pertumbuhan ekonomi.

https://klikhijau.com/read/apa-itu-jasa-lingkungan-dan-imbal-jasa-lingkungan/