Minggu, 10 Oktober 2021

Perlindungan Mata Air

Bagaimana konsep dasar perlindungan mata air?

Perlindungan mata air secara sederhana dapat diartikan berbagai upaya yang dilakukan untuk memulihkan, menjaga dan melindungi mata air dan hasil airnya baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas.

Konsep perlindungan mata air mempunyai spektrum keruangan yang lebih luas, tidak hanya daerah sekitar titik mata air saja, tetapi juga meliputi seluruh Daerah Tangkapan Air (DTA) mataair (springshed).

Perlindungan juga dapat dipandang dari sudut pandang infrastruktur dan kawasan.  Perlindungan mata air berupa infrastruktur pada intinya adalah perlindungan melalui struktur bangunan, misalnya bangunan penampung air.  Sudut pandang kawasan merujuk perlindungan mata air secara spasial baik sekitar titik mata air maupun DTA mata air. 

Dari sudut pandang apapun, zonasi secara spasial untuk upaya perlindungan mata air perlu untuk didefinisikan.  Secara sederhana pembagian zona perlindungan setidaknya terdiri atas: titik dimana mata air berada, daerah sekitar mata air, dan Daerah Tangkapan Air (DTA) mata air (springshed).  Setiap zona perlindungan memiliki karakteristik dan tujuan perlindungan yang spesifik, sehingga hal ini menjadi dasar penentuan strategi perlindungan yang dapat dilaksanakan.

Bagaimana memahami mata air secara praktis?

Pemahaman mata air merupakan kunci dalam perlindungan mata air itu sendiri.  Informasi penting yang berhubungan dengan pemahaman mata air setidaknya meliputi proses kejadian mata air, karakteristik aliran, sifat fisika dan kimia air, dan prediksi daerah tangkapan airnya (DTA).  Pengetauan tentang karakteristik mata air menjadi sangat penting sebagai dasar strategi perlindungan, termasuk didalamnya untuk menentukan prediksi DTA mata air. 

Proses kejadian mata air tidak terlepas dari beberapa kondisi yang mempengaruhi. Setidaknya terdapat tiga kondisi yang mempengaruhi kemunculan mata air, yaitu kondisi morfologi, kondisi geologi dan kondisi hidrogeologi.  Proses kejadian mata air pada dasarnya banyak digunakan karakterisasi mata air, diantaranya berdasarkan sifat pengaliran air tanah, debit air, suhu air, tipe akuifer, tenaga penyebab pengaliran air tanah dan tipe material akuifer. 

Pemahaman hasil air baik kualitas maupun kuantitas adalah salah satu sarana untuk mengetahui proses yang terjadi di DTA mata air, karena mata air dapat menggambarkan integrasi proses geologi dan hidrologi pada suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. 

Informasi karakteristik air mata air dapat digunakan untuk memprediksi besarnya imbuhan air tanah, memprediksi asal air mata air, memprediksi karakteristik material permukaan dan menentukan prediksi luas DTA. Tingkat kedalaman pemahaman mata air akan sangat tergantung pada kedalaman data yang dimiliki.  Semakin lengkap data yang dimiliki baik secara spasial maupun temporal maka pemahaman akan semakin komprehensif dan akurat.

Terlepas dari berbagai keterbatasan data dan informasi yang berkaitan dengan mata air, pendekatan praktis sangat diperlukan.  Pemahaman praktis ini didasarkan pada proses kemunculan mata air.  

Pertama, adalah mata air yang keluar secara horizontal.  Mata air ini di Jawa dikenal sebagai istilah umbul lanang (mataair laki-laki).  Mata air ini memiliki karakteristik mengalir ke permukaan secara horizontal.  Pada umumnya mata air ini mempunyai akuifer yang dangkal, berasal dari air tanah pada akuifer tidak tertekan dan memiliki sistem aliran bersifat lokal.  Hasil air secara kuantitatif sangat dipengaruhi oleh perubahan musim, dengan kata lain akan berfluktuasi sesuai musim atau input air hujan.  Secara kualitas termasuk sedang, dan aktivitas manusia di atasnya akan sangat berpengaruh.  Penentuan DTA mata air ini dapat memanfaatkan pendekatan batas-batas morfologi.

Kedua adalah mata air yang keluar ke permukaan secara vertical kea rah atas atau dikenal juga sebagai umbul wadon (mata air wanita). Mata air ini mempunyai cirri berasal dari akuifer tertekan yang dalam, mempunyai system aliran air regional dan kondisi geologi sangat berperan. Perubagan musim tidak mempengaruhi debit mata air secara signifikan begitu pula halnya aktivitas manusia. Penentuan DTA amat iair ini memerlukan pendekatan yang cenderung lebih rumit dan data pendukung yang lebih banyak, diantaranya dengan penggunaan pendekatan tracer test dan menggunakan batas-batas geologi


Bagaimana implementasi praktis perlindungan mata air?

Pada praktiknya perlindungan mataair dilakukan pada zona perlindungan secara spasial yang telah ditetapkan.  Setidaknya terdapat tiga zona perlindungan mata air yang harus didefinisikan.  Zona perlindungan yang dimaksud adalah: zona I (zona perlindungan titik mata air), zona II (zona perlindungan), dan zona III (zona perlindungan DTA mata air). 

Zona I merupakan zona perlindungan yang bertujuan untuk melindungi air yang keluar dari titik mata air dari semua zat pencemar. Pentapan zona I pada umumnya adalah radius 10-20 meter dari titik mata air. Upaya perlindungan yang banyak dilakukan adalah pembuatan bak penampung air sebelum didistribusikan. Hal lain yang penting dirumuskan adalah mekanisme pemanfaatan air, seperti mekanisme perijinan, penetapan aturan-aturan dan bila perlu dilengkapi standar pengelolaan yang ramah lingkungan


Zona II ditentukan dengan tujuan untuk melindungi mata air dari zat pencemar berupa bakteri patoghen yang dapat menyebabkan degradasi kualitas air.  Penentuan batas zona II diperhitungkan berdasarkan jarak tempuh bakteri colli selama kurang lebih 60 hari ke titik mata air.  Pada praktik di lapangan, batas zona ini ditentukan berdasarkan jarak dari mata air ke arah hulu (upstream) sejauh 200-300 m.  Pada zona ini berbagai kegiatan yang berpotensi untuk mencemari air tidak diperkenankan, termasuk kegiatan budidaya yang menggunakan pestisida atau pupuk berlebihan dan kegiatan antropogenik lainnya.


Zona III merupakan DTA mata air dimana air hujan yang jatuh sebagian akan terinfiltrasi dan memasuki sistem air tanah dan pada akhirnya akan muncul di titik mata air.  Zona ini pada dasarnya bertujuan untuk melindungi mataair dari zat pencemar yang tidak dapat mengalami degradasi dalam waktu singkat.  Secara praktis di lapangan, zona III ditentukan berdasarkan luas tangkapan air mataair. 


Penentuan batas DTA mata air ini akan sangat tergantung pada pemahaman tentang mataair yang telah dikemukakan sebelumnya.  Mata air yang mempunyai sistem aliran lokal dapat menggunakan pendekatan batas morfologi.  Mata air dengan sistem aliran regional dapat menggunakan pendekatan geologi atau tracer test.  Berbagai pendekatan secara hidrologis untuk menduga luas DTA mataair juga banyak dikembangkan, diantaranya pendekatan Todd (1980). 


Upaya perlindungan pada zona ini sangat luas dan akan ditentukan oleh karakteristik morfologi dan penggunaan/penutupan lahan.  Namun demikian pada zona ini hendaknya diupayakan adanya penyediaan ruang yang cukup untuk peresapan air hujan sebagai imbuhan air tanah. 


Aktivitas yang dapat mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi lindung suatu kawasan perlu dikendalikan, bahkan dilakukan pelarangan.  Aktivitas budidaya sedapat mungkin yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif, namun masih bisa memberikan keuntungan secara sosial ekonomis. 


Tidak ada komentar: