
http://agroindonesia.co.id/index.php/2015/10/20/pasca-berlakunya-uu-232014-kementerian-lhk-tawarkan-solusi/
Pengesahan Undang-undang No. 23 
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ternyata membuat bingung 
pemerintah daerah, terutama Kabupaten/Kota. Selain belum adanya aturan 
turunan, meski UU sudah berumur satu tahun, yang paling meresahkan 
adalah hilangnya kewenangan, termasuk urusan kehutanan yang kini 
dipegang Pemerintah Pusat.
Keresahan itu yang kini dialami aparat 
pemerintah daerah, khususnya pemerintah Kabupaten/Kota. Di bidang 
kehutanan, misalnya. Dari seluruh enam sub urusan bidang kehutanan, 
kecuali konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, kewenangan 
pemerintah kabupaten hilang. Lima sub urusan lainnya, pembagiannya hanya
 sampai pemerintah provinsi. Bahkan untuk urusan perencanaan hutan dan 
pengawasan kehutanan diambil penuh oleh pusat.
Dibetotnya kewenangan kabupaten/kota ke 
pusat dan provinsi ini yang memicu keresahan. Maklum, yang hilang bukan 
sekadar otoritas. Ada lembaga yang sudah terbentuk dan ada tenaga kerja 
di sana. Bicara tenaga kerja, ada ribuan orang yang terlibat. 
Penyuluhan, contohnya. Berdasarkan amanat UU No. 16/2006 tentang Sistem 
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), di tingkat 
Kabupaten/Kota dibentuk Badan Pelaksana Penyuluhan (Bapeluh). Nah, 
sampai kini, sudah 463 Bapeluh dibentuk di seluruh Indonesia.
Jadi, bisa dibayangkan jumlah tenaga 
yang terlibat. Itu sebabnya, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber 
Daya Manusia (BP2SDM), Kementerian LHK bersikap tanggap. Selain harus 
menjawab keresahan ribuan tenaga penyuluh, hilangnya Bapeluh bisa 
mengancam program kehutanan di lapangan. “Penyelenggaraan penyuluhan 
jangan dianggap main-main, karena terkait dengan SDM serta keberhasilan 
program-program kehutanan. UU No. 23/2014 membuat Bapeluh kehilangan 
wewenang untuk urusan hutan,” ujar Kepala BP2SDM Kementerian LHK, 
Bambang Soepijanto di Jakarta, Kamis (15/10/2015).
Loh, bagaimana UU No.16/2006 
yang mengamanatkan pembentukan lembaga itu? Inilah paradoks antara UU 
16/2016 dengan UU 23/2014. Meski ada Bapeluh, tapi kewenangan untuk 
urusan hutan hanya sampai Provinsi. Apalagi, prinsip anggaran pemerintah
 adalah money follow function. “Jika fungsi Bapeluh sudah tak ada, tidak mungkin APBD bisa membiayai,” paparnya.
Bambang mengaku bukan tidak ada solusi 
untuk menjawab keresahan tersebut. Salah satunya dengan membagi Bapeluh 
kewenangan urusan penyuluhan lingkungan hidup, yang masih ada dalam UU 
No. 23/2014. Artinya, Bapeluh “ditempelkan” untuk urusan penyuluhan 
lingkungan hidup dan tugasnya adalah pembantuan penyuluhan kehutanan. 
Ide ini yang nampaknya akan disampaikan dalam rapat koordinasi 
penyuluhan yang dilakukan Kamis (22/10/2015) pekan ini, selain sejumlah 
persoalan lainnya.
Sikap tanggap mencari solusi ini memang 
perlu karena berlakunya UU No.23/2014 ternyata menimbulkan kebingungan 
dan keresahan di daerah. Bukan hanya urusan penyuluhan, sebetulnya, tapi
 banyak urusan kehutanan lainnya di mana kewenangan Kabupaten/Kota 
ditarik ke pusat. AI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar